Pages

Artikel (Kode Etik): Krisis Kejujuran Hasilkan Potensi Mahasiswa Bernilai Palsu

Artikel ini dibuat dalam rangka partisipasi mengikuti Dakom Award 2016. Lomba blog. Yuk, Baca Selengkapnya...

Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Parepare

STAIN Parepare merupakan satu-satunya perguruan tinggi negeri yang ada di kota Parepare. Yuk, Kunjungi Websitenya...

Mari Bersedekah

Yuk, lihat iklan video karya Mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam. STAIN Parepare

filsafat islam

Ingin Menjadi Seperti Pohon

Mengapa inging menjadi pohon? Yuk, Baca selengkapnya

Saturday, July 30, 2022

Jumpa & Rasa [Lagi]

 




Bismillah...

Seharian tidak melakukan kegiatan produktif, membuat jiwa ini selalu menyesal. Jika waktu hanya terbuang scrooling beranda sosial media, rasanya benar-benar sia-sia. Padahal waktu terus berjalan meskipun tanpa kaki.

Ada banyak hal yang mesti saya selesaikan. Namun, jiwa malasku sering menguat mengakar membuatku mager tingkat tinggi. Astagfirullah... ampuni jiwa dan raga ini yang lalai.

Tetangga kamar kos, Lisa mengetuk pintuku. Ia memberi dua potong paria. Di daerahku disebut Kambu Paria. Makanan bersantan dengan kelapa parut yang disangrai. Jangan tanya bagaimana rasanya, tentu mengikuti rasa paria yang bercita rasa dasar pahit.

Dulunya saya tidak suka, namun karena sering melihat kedua orangtuaku yang lahap memakan paria akhirnya, saya tersugesti jadi ikutan suka. Bisa begitu ya? Rasa suka semakin menguat karena memang Paria kaya khasiat.

Belum cukup satu jam berselang, Lisa kembali mengetuk pintu kamarku. Ia bertanya, apakah saya suka makan belut?

Dengan nada agak ragu, saya bertanya “sudah dimasak?”

Mengingat saya sangat geli (bukan geli, tapi jijik campur takut) melihat wujud utuh belut yang mirip ular.

“sudah dimasak Palekko kak,” kata Lisa sambil tersenyum.

Saya kemudian mengambil piring yang dipegangnya. Kupindahkan ke tempat lain, lalu saya pun mengembalikan piringnya.

“Lama sekali mi, tidak makan ka belut. Waktuku ji kecil,” kataku pada Lisa lalu mengucapkan terima kasih.

Kutatap baik-baik masakan palekko belut ini. Meski sudah diolah, saya masih bisa melihat dengan jelas kepala belut. Sayapun dengan agak ragu  memakanan dengan nasi hangat dari ricecooker.

Jika bukan karena kandungan Omega tinggi yang dimiliki belut, sepertinya saya tidak akan memakannya. Hehe

Kalau tidak salah, saya makan belut hanya ketika masa SD. Itupun waktu itu saya dipaksa.

“Makan i supaya pintar,” kata mamaku sambil memberi belut bakar.

Waktu itu saya hanya makan secuil saja. Sedikit sekali.

Saya tidak menyangka, hari ini masih diberi kesempatan untuk memakan belut lagi.

Semoga Allah memberikan keberkahan atas apa yang kita makan dan minum. Aamiin.

Sepertinya, kali ini ketikan ku tidak sampai di seribu kata karena ada hal yang harus saya selesaikan.

See you, my readers.

Terima kasih telah membaca hingga tuntas J Parepare, 30 Juli 2022 pukul 20:10 wita.

===

“Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh, Allah benar-benar Maha Pengampun Maha Penyanyang” Qs. An Nahl:18

 

Saturday, June 25, 2022

Alur Hidup Today

 



Bismillah...

Alhamdulillah, waktu saya ketik ini perut minimalis sudah terisi. Hope, readers saat membaca ini saya harap sudah makan juga yaa.

Pagi-pagi, sekitar pukul 06 lewat sekian wita, saya memutuskan pergi ke pasar. Hari ini, saya ingin sekali makan bubur manado. Nafsu makan yang semakin menghilang, membuat saya harus mengikuti apa yang ingin dimakan. Biasanya, saya mengabaikan. Namun, kali ini benar-benar nafsu makanku sepertinya sedang mengalami krisis. Berat tubuh yang semakin menyusut, membuatku harus minum vitamin tambahan. Padahal kan saya selalu bercita-cita ingin menjadi pendonor darah. Namun, beratku sakarang menurun menjadi 38kg. Ya, seringan itulah saya.

Ketika ingin berangkat ke pasar, saya baru nyadar. Ternyata, helm saya ketinggalan di Perpustakaan kampus. Sudah 2 pekan berlalu, dan saya baru sadar pas mau pakai. Waktu itu, memang saya sedang sakit. Jadi, pas kembali ke kos saya jadi lupa helm. Saya pake helm, karena saat itu sedang gerimis. Untuk melindungi kepala, helm lah menjadi pilihan alternatif.

Semoga saja, helmku masih ada di Perpus. Hari Senin, baru saya mau cek keberadaanya.

Setelah selesai belanja, pas mau pulang mata ini melihat berbagai dagangan durian. Kemarin, sempat diajak pergi makan durian sama tante dan sepupu. Namun, karena ada tugas deadline video yang harus saya selesaikan. Akhirnya, saya memutuskan untuk tidak ikut. Padahal saya mau sekali makan durian. Jadi, tadi saya memutuskan membeli 1 buah durian, untuk mngobati rasa inginku ini.

Saya hanya beli 1 karena saya takut rasanya tidak memuaskan. Benar saja, yang kubeli tadi tidak sesuai ekspektasi. Tapi, alhamdulillah masih bisa dimakan. Hehe.

Pulang dari pasar, saya segera memasak. Cukup lama saya memasak, mungkin ini yang kadang membuat saya malas memasak-masak, karena memakan waktu yang lama. Bisa jadi sih, karena mata kompornya hanya satu saja.

Setelah bubur manado masak, saya berpikir bagaimana caranya makanan ini bukan hanya saya yang menikmati. Sebenarnya ada banyak target orang di kos yang bisa saya bagi, tapi saya hanya memilih 2 orang saja. Dikarenakan porsi yang saya masak, juga tidak terlalu banyak.

Lisa, mahasiswa dari Barru menjadi target pertama. Ia selalu juga memberi saya makanan setiap kali ia dari pulang kampung. Selain itu, ia sangat rajin mengaji. Memberinya tenaga melalui makanan sepertinya akan sangat berfaedah J

Target kedua yakni Si S. Sebenarnya, saya kadang malas memberinya apa-apa. Karena ia sangat malas juga membersihkan kos. Saya hanya memintanya menyapu teras atas setiap pagi atau sore, namun ia kadang tidak melakukan. Tapi, hari ini saya tetap menjadikannya target berbagi. Dikarenakan, ia juga hanya sendiri di kamarnya. Lagian, ia adalah salah satu mahasiswa di kos yang paling jarang pulang kampung. Tentu, makanan yang berbeda sangat menyenangkan untuknya. Semoga saja, ia akan menjadi orang yang rajin. Aamiin.

Setelah berbagi dan menikmati makanan, saya mandi plus mencuci. Awalnya ingin mengejar shalat dhuha, namun sepertinya saya masih kurang bersih habis libur sholat.

Setelah menjemur sebagian pakaian, saya memutuskan makan durian yang sebiji itu. Rasanya, benar-benar tidak seperti yang biasanya hehe. Kurang manis. Tapi teksturnya cukup bagus.

Setelah itu, saya memutuskan untuk tidur.

Kapan lagi bisa tidur, di hari kerja saya sulit untuk tidur siang.

Dewasa ini, tidur siang yang dulunya sering dianggap hukuman saat kita masih anak-anak. Nyatanya, saat dewasa tidur siang merupakan aktivitas menyenangkan dan langka. Ya, ini hanya berlaku bagi orang sibuk.

Bicara tentang sibuk. Saya sebenarnya, sudah sangat ingin pensiun dari kata ‘sibuk’.

Apalagi jika kesibukan itu hanya duniawi saja. Rasa-rasanya, jiwa dan raga ini sangat lelah jika hanya sibuk duniawi saja.

Saat bangun dari tidur siang, saya mengingat kalau ada jadwal menjadi relawan di Rumah Belajar Cinta Damai (RBCD). Akhirnya, saya segera bangkit dari tidur lalu shalat dan menuju ke lokasi.

Sebelum berangkat, beli roti dulu untuk konsumsi anak-anak binaan. Ada yang sempat protes kenapa bukan gorengan. Sebenarnya, saya sering merasa keliru kalau anak-anak diberi gorengan. Walaupun sebenarnya mereka sangat menyukai gorengan. Tapi, kali ini saya pilih roti saja. Karena itu lebih baik untuk mereka.

Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim, tulisanku sebenarnya belum cukup seribu kata. Tapi, saya memutuskan untuk menyudahi. Agar segera publish lalu tidur. Semoga, nanti saya bisa bangun lebih awal agar bisa beribadah PadaMu, termasuk berkeluh kesah PadaMu. Sungguh, hanya dengan MengingatMu, hatiku akan merasa tenang.

Terima kasih telah membaca hingga akhir. Salam Sejuk @hayanaaa.

Parepare, 25 Juni 2022 pukul 21:24 Wita.

Wednesday, June 22, 2022

Hope Versi 22 Juni 2022

 


Bismillah...

Saat saya ketik ini, alhamdulillah saya sudah makan.

Betapa banyak di luar sana, ingin makan tapi tak ada yang bisa dimakan. Sementara, saya alhamdulillah masih ada, pun sama dengan my readers.

Saya kembali memulai mengetik lagi, setelah berpekan-pekan saya tak melakukannya. Saya memulainya lagi bertepatan dengan hari berkurangnya jatah hidup ini.

Ya, 22 Juni adalah hari berkurangnya usia ini. sudah 27 tahun saya hidup di dunia ini. seorang teman di facebook yang sebenarnya bukanlah benar-benar teman akrab memberikan ucapan selamat melalui kolom chat. Tak lupa ia memberikan doa sekaligus pesan mengingatkan bahwa sisa 3 tahun saya menuju 30 tahun.

Chatnya itu seolah menggelitik. Tanpa, ia memberitahu saya... sebenarnya saya juga sangat sadar akan titik angka warning itu. Kenapa warning? Ya, usia 30 tahun adalah usia yang bukan lagi masa unyu-unyu. Kuharap saat mencapai itu, saya sudah berekor 3. Haa? Apa bisa, hehe. Kun fayakun. Kalau Sang Maha Kuasa berkehendak.

Lalu, teman facebook itu bertanya lagi tentang apa rencana saya selanjutnya. Pertanyaan itu, sengaja saya tak menjawabnya. Membiarkannya penuh tanya. Mungkin, ia akan menganggapku sebagai perempuan yang tak ramah. Karena hanya meread saja pesannya di facebook.

Namun, pada dasarnya itu adalah upayaku. Agar tak memberi benih-benih harapan untuknya. Kujaga diriku, untuk tidak akrab lagi pada kaum Adam. Kucegah, kaum adam agar tidak memberikan peluang rasa kecewa. Meski, di luar sana bisa jadi ada hatis-hatis yang berharap namun luput dari perhatianku. Maka, kuserahkan segalanya PadaNYa.

Sudah sepantasnya memang, manusia tak boleh berharap pada manusia. Karena kecewa akan menjadi ujungnya.

Sebenarnya, di satu sisi. Satu akun facebook cukup menyita atensiku. Akun itu adalah akun pembelajar. Aktivitasnya tergantung musim. Namun, saya sangat apreasiasi tentang kemauannya yang selalu ingin belajar meskipun bukan melalui jenjang pendidikan formal.

Semoga, ia tetap selalu belajar dan memperoleh keberkahan dari setiap apa yang ia pelajari. Aamiin.

Di 22 Juni kali ini, sangat berbeda dibanding tahun lalu. Di mana impian untuk menjadi pengajar sudah terwujud. Alhamdulillah.

Namun, hati ini kerap kali kumarahi jika segumpal daging ini buta akan rasa syukur. Kerap kali kujengkeli, saat segumpal daging ini hanya fokus mengeluh terhadap setiap rintangan yang menghampiri. Bukannya kamu, suka tantanngan, Hayana? Maka nikmatilah.

Beberapa orang ingin di posisimu, Hayana. Maka banyak-banyaklah bersyukur.

Meskipun beberapa pikiran kusut sering menghampiri yang dapat berakibat pada tidak nyenyaknya tidurku dan hilangnya nafsu makanku. Tapi, semoga dengan seiring waktu... rasa kikuk, rasa tak tau, semakin hari akan menghilang dari pikiran dan hati ini. aamiin.

22 Juni, Yuni salah satu teman karibku yang juga sama tanggal dan bulan kelahiranku mengirim ucapan selamat via WhatsApp. Chantnya itu agak lucu di pikiranku. Karena kita, sama-sama berulang hari dan bulan (hari ini). namun, Yuni memang selalu mengucapkan duluan. Sedangkan saya, selalu yang kedua.

Yun, saya sangat bersyukur bisa punya teman seperti kamu. Termasuk teman kita yang selalu saja memberikan sesuatu dalam rangka hari special kita. Siapa lagi, kalau bukan Widya Astuti. Akrab disapa Widsss.

Menjelang sore, akun penjual kue tart mengirim pesan padaku. Katanya, ada yang memesan kue tart untukku. Kue itu ingin diantar ke tempatku. Awalnya, saya sudah menduga kalau itu Widya. Namun, saya tetap menscreenshotnya lalu menjadikannya status. Tapi, setelah saya memastikan kalau itu benar-benar Widsss, saya segera menghapus status sc sya itu. Saya tak terlalu ingin menyebarkan ke my viewers WhatsApp kalau hari ini saya sedang ‘barakallah fii umrik’. Meski, beberapa teman wa menjapri langsung mengirim ucapan selamat juga.

Kusyukuri akan hal itu. Terima kasih.

22 Juni, apa yang ingin kamu lakukan Hayana?

Sepertinya, saya hanya ingin mengembalikan beberapa good habits yang mulai menghilang dari hidup saya. Seperti, rajin menulis, rajin tidur di awal waktu dan rajin mengabaikan smartphone. Rasannya di tahun berikutnya, saya ingin melepaskan diri dari candu gawai yang mulai mengikat.

Faktanya, produktivitasku semakin meningkat saat semakin jauh dari gawai itu. Semoga saja, saya bisa dan Allah memampukan. Aaamiin.

22 Juni, rasanya saya hanya ingin menyerahkan segalanya ke Allah saja. Apa yang baik untukku, semoga saya ridha. Apa yang ditunda untukku, semoga saya dimampukan untuk tetap bersabar dan ikhlas menjalani setiap hari hidup ini.

22 Juni rasanya hanya ingin menjadi orang yang menyejukkan. Termasuk, setiap pandanganku mampu membuat hatiku semakin merasa lapang. Meskipun hidup semakin kompleks (rumit).

22 Juni, hanya ingin pandai bersyukur.

22 Juni hanya ingin kelak meninggal dalam keadaan husnul khatimah.

22 Juni, rasa-rasanya hanya ingin hidup yang lebih sederhana saja.

22 Juni hanya ingin, otak dan hati ini bodoh dalam mengeluh.

22 Juni, semoga semakin berberkah segalanya.

Mataku kembali terasa berat. Ya, tantangan mengetik seribu kata seperti ini masih saja menantang khususnya menjaga agar kedua mata ini tetap melek.

Anehnya, nanti saat saya menyudahi tulisan ini dan mulai berselancar di dunia maya maka rasa ngantuk itu benar-benar akan hilang.

Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim.

Sembil melirik sepuluh jari jemariku yang sedang kutempeli pacci berwarna merah maron. Semoga, semangatku selalu memerah memaron.

Ya, semoga saja.

Atas segala tugas yang selalu saja bertambah, semoga raga dan jiwa ini selalu mendapatkan perlindungan OlehNya.

Karena apalah dayaku jika tanpa bantuanNya.

Ya Allah, sungguh hamba terlalu banyak dosa yang menjadi aibku sendiri. Engkau Maha Mengetahui apa yang tidak tampak. Maka hamba mohon, Engkau mengamupuni dan mengasihi hamba termasuk kedua orangtua hamba yang sudah susah payah merawatku dan memperhatikanku hingga sampai detik ini. ya Allah atas segala cacat ibadah yang hamba laksanakan, hamba mohon Engkau tetap menerimanya termasuk ibadah kedua orangtuaku.

Hamba benar-benar bersyukur, perubahan yang sangat drastis pada kedua orangtuaku khususnya pada Pemberi nama Hayana. Semoga Engkau tetap menjaga dan meluruskan hatinya. Semoga Engkau senantiasa memberi ketenangan hati dan pikiran di setiap sujudnya. Semoga Engkau selalu memberi kesehatan untuk keduanya dan memberi hamba rezeki yang berlimpah lagi berberkah yang akan menjadi wasilah untuk membawa mereka menemui tempat-tempatMu yang penuh dengan Keajaiban. Semoga Engkau memampukan hambaMu yang lemah dan lalai ini. aamiin ya robbal’alamin.

Untuk my readers, yang tak kuketahui siapa saja. Semoga hatimu selalu tenang dan selalu bersyukur. Semoga kita selalu dimampukan untuk berpikir filosofis penuh makna. Agar dalam setiap hari, kita selalu memetik hikmah yang dapat membuat hati kita semakin lapang selapangnya. Aamiin.

Untuk my readers, terima kasih telah membaca hingga akhir. Hope, saya bisa isitiqomah mengetik. Agar, untuk setiap moment saya selalu bisa menyimpannya dalam seribu kata yang yang terangkai ini :)

Parepare, 22 Juni 2022 pukul 20:25 Wita | @hayanaaa.

Monday, February 21, 2022

Air Cokelat With Corona

 



Bismillah...

Sebenarnya saya tak tau akan cerita tentang apa. Tapi, saya ingin mengembalikan kebiasaan mengetik seribu kata per hari. Yaa, sebenarnya sih itu komitmen sejak 2019 lalu.

Saya akan bercerita tentang apa yaa?

Hmmm.... mari kita bercerita tentang bumi ini.

Dahulu kala.... 

eh, dahulu waktu saya masih kecil sekitar tahun dua ribuan bencana banjir, gempa, longsor, angin puting beliung hanya saya temukan di tivi. Tapi, beberapa tahun terakhir... bencana itu justeru terjadi di sekitar wilayahku.

Hari ini, beranda status whatsAppku dipenuhi dengan status tentang banjir. Ya, khususnya teman WA ku yang tinggal di daerah kabupaten Pangkajene dan Kepulauan. Saat hujan turun sehari semalam... air akan ikut naik. Seolah air dari langit sudah tak dapat lagi diserap oleh tanah.

Kenapa kira-kira?

Ada apa dengan tanah kita? Mengapa ia sudah tak ingin menerima air dari langit itu?

Tunggu dulu, bukankah manusia gemar menutupi tanah dengan semen? Bukankah manusia gemar menebang pohon dan menggantikannya dengan beragam bangunan beton?

Anggaplah pepohonan ditebang untuk BTN. Tapi, pernahkah BTN dihancurkan untuk menanam pepohonan?

Kita sering menghilangkan pepohonan secara besar-besaran, seolah kita tak butuh fungsi dari pepohonan itu. Oksigen dari mana coba?

Tunggu dulu, sebenarnya kita sudah tau akan tentang itu tapi masih saja ditebang untuk kebutuhan kita.

Serba salah juga kan?

Tapi, kasihan juga yaa bumi... jika semua pepohonan dimusnahkan.

Meski pada dasarnya, lebih kasihanlah kita para manusia... akan menerima dampak dari punahnya pepohonan.

Coba amati baik-baik lingkungan kita sekarang.

Esok, jika kamu bertemu pagi... duduk atau berdiri, pandangilah alam kita.

Bagaimana alam kita akan marah saat kita merusak kealamiannya secara over user.

Air tergenang di bawah kolom tempat tidur, kaki mengeriput karena air. Tangan kedinginan, perut selalu lapar meski otak selalu berpikir jijik sekali airnya. Itu airnya menyatu dari air saluran got.

Banjir bisa jadi anjir.

Hmm....

Sepertinya, temanku yang merasakan pasti lebih paham daripada saya yang hanya melihat.

Astagfirullah... perbanyak istighfar dan intropeksi atas kelakukan kita.

Memangnya kita turut andil dalam banjir ini?

Tunggu, saat kamu sering buang sampah sembarangan kamu sudah turut andil (sekecil itu). bahkan saat kita over pakai tissu pun turut andil. Apa hubungannya? Ya, karena tissu dibuat dari serat pohon.

Anak-anak kecil senang air cokelat itu (banjir), katanya asik bisa main air sepuasnya.

Tapi, para pedagang, angkutan umum, pekerja kantoran, para penghuni rumah tangga berbeda perasaanya. Mereka risau atas ketidaknormalan lingkungan ini.

Pun, anak remaja yang hobbi beraktivitas di luar akan merasa galau juga.

Apapun itu, semoga semuanya akan baik-baik saja. Aamiin.

***

Setelah bercerita Air Cokelat/banjir, mari kita bercerita tentang corona. Makhluk viral yang meresahkan banyak kalangan pihak, meski di kalangan tertentu dianggap membawa berkah tersendiri.

Corona datang dengan 2 dampaknya, hal baik dan hal buruk.

Kalau bukan karena corona, upaya memaksimalkan pembelajaran online takkan terwujud. Tapi, hal buruknya... (ah, kurasa readers punya anggapannya masing-masing).

Kalau begitu, mari kita berbicara tentang lockdown. Imbas dari adanya makhluk viral itu.

Apa yang kamu pikirkan dengan kata lockdown?

Hal yang terlintas di otak kecil ini yakni tak bisa kemana-mana.

Tapi, karena tak bisa kemana-mana... semestinya bisa mengerjakan sesuatu yang tak bisa dikerjakan saat kita sedang kemana-mana.

Kira-kira apa itu?

Tolong cari sendiri dan lakukan.

*yang baik-baik yakkk?

Ketikan ini kuakhiri saat adzan sholat isya mulai berkumandang.

Sampai ketemu esok. Hope, tetap bisa meluangkan waktu mengetik rangkaian kata walaupun belum cukup seribu kata.

Meskipun juga tulisan ini agak garing, semoga saja tetap bisa memetik sesuatu yang berfaedah. Sekecil apapun itu.

#Terima kasih, telah membaca hingga akhir :)

Parepare, 21 Februari 19.37 wita.

Salam sejuk, @hayanaaa.

 

 

 

Friday, February 18, 2022

Tanya: Suka Ko atau Ki ?



Terlintas di otak kecil...

Ini tentang Ko dan Ki.

Di Sulawesi Selatan 2 huruf itu sangat populer dan menjadi ciri khas komunikasi bagi komunikatornya.

Dulu, saya sering berbicara Ko baik pada teman ataupun kakak kandung sendiri. Tapi, akhiran dua  huruf Ko tak pernah digunakan untuk sepasang manusia yang membuat kita ada di dunia ini, atas IzinNya. Termasuk tak pernah pula terlontar kepada guru-guru yang mengajari kita.

Ko memang terkesan kasar dan Ki lebih terkesan sopan.

Tunggu dulu, sepertinya pembaca dari luar pulau Sulawesi agak bingung.

Apa maksud Ko dan Ki?

Begini, pembaca setiaku.

Ketika seseorang mengajak makan, biasanya kalimat yang dilontarkan “Mari makan atau Ayo makan”.

Namun, di Sulawesi khususnya Sulawesi  Selatan. Perkataan yang diucapkan bisa menjadi “Makanki/Manreki” ataupun bahasa daerah lainnya yang ada di Sulawesi Selatan.

Tambahan akhiran ki pada makan, menunjukkan rasa sopan. Saya juga tidak tau, kenapa orang dulu menambahkan Ki atau Ko? Kalau ada yang tau, silahkan beritahu saya di Hayanaheart@gmail.com.

Makanko biasa diucapkan ke orang yang lebih muda dari pengucapnya ataupun teman sebaya.

Sedangkan makanki biasa diucapkan ke orang-orang yang lebih dituakan atau dihormati lebih.

Namun, sebenarnya ketika ada orang yang berucap menggunakan akhiran Ko bukan berarti ia tidak menghargaimu. Hanya saja, ia sudah terbiasa berbahasa menggunakan akhiran Ko. Jadi, hindari ketersinggungan di hati kecilmu. hehe

Memasuki bangku perkuliahan dengan seragam bebas, raga ini mulai membiasakan diri berbicara menggunakan akhiran Ki kepada semua orang, terkecuali abang saya (kakak kandung).

Ya, kuulangi lagi. Berbicara Ko padanya bukan berarti saya merendahkan. Hanya saja menghindari rasa canggung ketika berbicara dengannya. Namanya juga sudah kebiasaan.

Teman sebaya yang berbicara akhiran Ko itu menunjukkan rasa akrab, rasa saling menerima, meskipun kita para pemilik telinga yang selalu mendengar ucapan Ki akan merasa “kok kasar ya,” padahal bagi mereka itu bisa jadi hubungan komunikasi mereka berada di level ‘akrab, karib’.

Meskipun tidak dipungkiri bahwa orang-orang yang sedang merasa marah pada orang lain, mereka akan menggunakan kata-kata yang berakhiran Ko.

Ki dan Ko bukan Kiko yaa.

Ki dan Ko tak pernah bertemu pada rangkaian kalimat yang sama.

Penggunaan Ki dan Ko disesuaikan berbicara dengan Siapa?

Dan juga penggunaanya dipengaruhi kebiasaan penuturnya.

Apakah ia terbiasa menggunakan Ki ataupun Ko.

Yang jelas, seseorang yang terbiasa berbicara Ko pada akhirnya akan berbicara Ki ketika bertemu dengan orang yang dianggap harus dihormati lebih?

Lalu, bisakah kita sedikit mengubah?

Mengutamakan berbicara Ki pada semua orang, jenis usia (baik atau muda), kaya atau cukup, pupuler ataupun unpopuler?

Saat kamu berbicara Ki pada anak kecil, apa yang akan terjadi?

Secara tak sengaja, anak kecil itu akan belajar bahwa saat kita berbicara harus menggunkan akhiran Ki. Ada sistem copy paste dalam otak anak kecil.

Bukankah itu hal baik?

#Sederhana tapi bermakna

 

 

Terima kasih telah membaca hingga akhir J @hayanaaa. Salam sejuk.

Parepare, Sabtu 19 Februari 2022 pukul 06:53 Wita.


=============

Karena sesuatu yang fullfaedah, tak boleh dirahasiakan :)









 

Popular Posts

Translate

"Beloved"

"Beloved"

Followers