Setiap kali hari perayaan Idul Adha, berbagai postingan muncul mulai dari yang serius sampai
yang serius lucu. Misalnya katanya yang diqurbankan
itu hewan bukan perasaan.
Hmm…. Mungkin maksudnya ingin meyepadankan kata qurban dan korban ya?
Kutanyakan pada Om Gugel,
apa sih arti qurban? Yang sering
terlintas di otak kecil kan tentang pemotongan hewan sapi atau kambing dengan niat
yang berbeda-beda bagi setiap pemilik hewan. Ada benar-benar karena Sang
Pencipta dan ada yang benar-benar karena sang nitizen (ciptaan) semata.
Kata Qurban
berasal dari bahasa Arab Qariba yang
berarti dekat atau mendekatkan. Qurban
yang dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Lalu apa hubungannya dengan perasaan? Menurutku tak mengapa
sih jika kita masih dalam posisi korban perasaan artinya belum bisa qurban hewan sapi atau kambing.
Kenapa?
Ya, kenapa coba.
Coba dipikir sambil menatap mata sapi, bukan telur mata sapi
yakkk. Hehe (transisi teks non komersial).
Ada dua tipe orang terkait tentang Qurban dan Korban:
Pertama, orang yang berqurban karena niatnya lillahi ta’ala maka sebelumnya ia akan mengorbankan perasaan
egonya. “Mendingan uangnya buat ini, buat itu. Ngapain sih harus beli hewan itu?”, bisik pikiran buruk yang
merasuk kalbu. Perasaan seperti itulah yang harus dikorbankan agar tidak
diikuti.
Kedua, orang yang berqurban
karena niatnya nitizen, maka
sebelumnya ia juga berkorban. Tentu, ia berkorban materi. “Ikut Qurban aja, kan bagus tuh dicap
sebagai horang kaya,” bisik pikiran
buruk merasuk kalbu. Maka ia pun rela uang gaya hidupnya selama setahun
dialokasikan untuk membeli hewan populer di bulan Zulhijjah itu.
Kedua tipe orang tersebut sama-sama berkorban. Namun, orang
pertama berkorban sebanyak dua kali yakni korbankan ego dan mengorbankan materi
sedangkan orang tipe kedua hanya mengorbankan materi saja. Egonya tetap dipeluk
erat dan tak ingin dilepas gitu kayak
boneka. Hehe (aku bukan boneka, boneka. Terlintas dehhh).
Terlepas dari kedua tipe orang tersebut, sejatinya dan
semestinya lagi selayaknya kita harus senantiasa berqurban dan berkorban sepanjang hayat. Berqurban (berusaha mendekatkan) perasaan dengan Sang Maha Pencipta
dengan cara mengingatNya dan
berkorban perasaan negative untuk
menemukan diri yang lebih positive think
and act (pikiran dan tindakan).
Apa manfaatnya?
Pertama, perasaan yang merasa dekat dengan Sang Pencipta
Allah SWT maka kita akan berusaha selalu untuk melaksanakan seluruh perintahNya dan menjauhi segala laranganNya. Kita akan selalu merasa mendapat
pengawasan DariNya dalam bentuk
pantauan oleh kedua malaikatNya Atid
dan Rakib.
Kedua, sesuatu yang dikorbankan dapat berarti melepaskan.
Nah, melepaskan perasaan negative (negative feeling) akan memengaruhi
pikiran dan tindakan kita. Tentu, ini akan berdampak pada orang-orang yang
berada di sekitar kita, bukan hanya makhluk nitizen virtual semata.
Bayangkan, jika setiap hari Anda selalu berqurban dan berkorban setiap saat disertai keikhlasan. Tentu hidup
Anda bahagia lagi menentramkan. Tapi tolong jangan hanya dibayangkan ya. Karena
bayangan akan menghilang dan tak berbekas jika tidak diupayakan secara nyata.
Jadi, jika ada yang melirikmu karena masih qurban lagi korban perasaan. Maka
balaslah dengan senyum panjang kali lebar. Maksudnya, panjangkan durasi senyum
sampai mereka heran, dan lebarkan senyummu sampai gigi bersihmu terlihat
menyilaukan mata. Tentu sikat gigi dahulu, hehe.
Aura kebahagiaan yang Anda tampakkan akan menjadi aura
keheranan bagi mereka. Anda merasa bahagia lagi tentram, sedangkan mereka…
(tolong lanjutkan sediri).
Tolong ‘ngehlah’
bahwa kebahagiaan itu sangat mudah didapatkan meskipun tanpa melibatkan orang banyak
lagi harta karun.
Banyak yang bilang bahwa kebahagiaan itu ada di dalam hati,
namun seberapa pandaikah kita menemukan titik-titik kebahagian itu? Di tengah
godaan jin, setan dan sejenisnya yang semakin pandai menggoda hati dan pikiran
kita.
Saat saya mengetik ini pun, beberapa kali saya digoda untuk
berhenti menarikan jari jemari di atas keyboard
saat saya menemui momen blank idea.
Namun, kuluruskan niat lagi dan lagi bahwa saya ingin Anda tetap tersenyum
lebar lagi manis saat ditanya “Kamu, masih korban perasaan?”
Tuh kan, Anda mulai tersenyum. Lalu Anda bertanya kepadaku,
tahun ini udah berqurban hewan atau
masih qurban perasaan? Tentu senyumku
tak dapat kutampakkan secara nyata. Hehe.
Maka tolong wakili saja saya terseyum di wajahmu, sekarang.
Eitss…. Masih ada
dua hal. Pertama maafkan kata yang menyinggung dan kedua terima kasih sudah
baca dari awal sampai akhir. Hayatilah sepanjang hayat, dari Aku si Hayana.