Di waktu kecil saya seperti
seorang jurnalis kecil yang selalu haus dengan informasi terhadap kondisi
Indonesia sebelum merdeka. Ya, nenekku jauh sudah lahir sebelum Indonesia
Merdeka. Saat itu saya belajar menjadi pendengar yang baik untuknya, ia tidak
sungkan untuk bercerita bagaimana ia harus bersembunyi di bawah lubang ketika
ada bom yang akan diledakkan. Cucunya bukan hanya saya seorang, ia juga punya
cucu laki-laki yang 3 tahun lebih tua dariku, Ya, dia adalah kakakku sendiri.
Dulu saya sering cemburu kepada kakakku ketika perhatian nenekku hanya
tercurahkan kepada kakakku semata. Namun, saya juga menyadari. Nenekku tak
pernah membedakan kami.
Saat ia terbaring sakit |
Waktu berlalu kamipun semakin
tumbuh dewasa, namun kutau ada sosok yang bertambah tua di belakang kami. Meski
ia sudah menjadi nenek yang renta, namun ia masih semangat untuk memasak
sendiri makanannya. Ia tak ingin merepotkan kedua orangtuaku. Ia malah merasa
tidak enak jika tidak memiliki kesibukan tersendiri. Di saat kami sedang
berselisih paham dengan kedua orang tua kami, nenek kami menjadi tempat
pengaduh kegundahan hati. Saya masih ingat, kakakku berlari ke rumah nenek saat
ia marah dengan kedua orangtuaku. Lalu di mana kakek kami? Dalam silsilah
keluarga inti kita akan mempunyai 2 kakek , satu kakek dari Ayah dan satu kakek
dari Ibu. Namun kami kurang beruntung karena keduanya meninggal sebelum kami lahir
ke dunia ini.
Nenek yang saya ceritakan ini
adalah nenek dari Ibu. Saat ini ia sudah tinggal bersama kami (1 atap). Rasa
sedih menghampiri ketika tak jarang ibuku tidak sependapat dengan nenekku. Ketika
nenekku merasa sedih saya berusaha menghiburnya dengan berbagai cerita tentang
kucing. Ya, kami adalah perempuan yang memiliki kesamaan sangat menyukai
kucing. Baginya kucing adalah hewan yang tidak boleh disakiti dan bagiku kucing
adalah hewan yang mesti disayangi.
Minggu 11 Desember 2016 menjadi
hari di mana seperti ada yang hilang dari kehidupanku. Nenek yang selalu
memanggilku dengan sapaan “Wana” tiba-tiba tidak mengenaliku lagi. Saat
saya berada di hadapannya ia berkata kepadaku dengan bahasa bugisnya “Engka
appoku Wana ko Parepare/ada cucuku Wana di Parepare” padahal cucu yang ia
ceritakan itu sudah berada di depannya. Bagaimana mungkin ia sudah tidak
mengenali rupahku dan suaraku. Saya berusaha untuk menyakinkannya bahwa sayalah
cucu yang ia maksud. Ia kembali bertanya kepadaku “Iga asenna emma nu?/Siapa
namanya mamamu?” Saya jawab Ati. Ia lalu tersenyum seolah masih ragu bahwa
saya ini cucunya. “Nappako uwita/baru saya melihatmu” padahal hari
sebelumnya ia memukulku dengan candanya karena melihatku pulang ke rumah.
Harapanku, semoga nenekku kembali mengingat cucunya tanpa ada keraguan di
hatinya. Sehatkan Ia, Tentramkan hatinya hingga ajal menjemput entah siapa yang
terlebih dahulu…
__________________________
Tulisan di atas jauh sebelumnya telah saya tulis namun baru sempat upload. Kini, sosok nenek yang saya ceritakan telah pergi. Ya, jasad dan rohnya memang sudah pergi, namun namanya, wajahnya, senyumannya dan kebaikannya akan selalu terkenang di hati ini dan di hati orang-orang yang mengenalnya. Masih teringat, disaat orang lain bersorak ramai dengan malam pergantian tahun baru, saya hanya memilih duduk di dekatnya sambil membacakan QS. Yasin untuknya berharap ia bisa kembali sehat. Keajaiban benar ada, Allah mengizinkan nenekku kembali membuka matanya dan melihat cucunya ini. Namun, hanya sehari setelah itu Rabu malam (03/01/2017) selepas sholat magrib ia sakaratul maut. Saya bertekad membacakan QS.Yasin untuknya sampai 3kali sambil berusaha mengikhlaskannya jika memang ia sudah ingin pergi. Belum habis bacaan QS. Yasin yang kedua, ia menghembuskan nafas terakhirnya (Pukul 19:11 WITA). Tangisku seketika langsung pecah…Saya memang sangat menyanyaginya, namun Allah swt. Sang Pencipta lebih menyayanginya… Semoga ia tenang di sana… Semoga doaku untuknya menjadi amal jariyah untuknya…. Aamiin
Tulisan di atas jauh sebelumnya telah saya tulis namun baru sempat upload. Kini, sosok nenek yang saya ceritakan telah pergi. Ya, jasad dan rohnya memang sudah pergi, namun namanya, wajahnya, senyumannya dan kebaikannya akan selalu terkenang di hati ini dan di hati orang-orang yang mengenalnya. Masih teringat, disaat orang lain bersorak ramai dengan malam pergantian tahun baru, saya hanya memilih duduk di dekatnya sambil membacakan QS. Yasin untuknya berharap ia bisa kembali sehat. Keajaiban benar ada, Allah mengizinkan nenekku kembali membuka matanya dan melihat cucunya ini. Namun, hanya sehari setelah itu Rabu malam (03/01/2017) selepas sholat magrib ia sakaratul maut. Saya bertekad membacakan QS.Yasin untuknya sampai 3kali sambil berusaha mengikhlaskannya jika memang ia sudah ingin pergi. Belum habis bacaan QS. Yasin yang kedua, ia menghembuskan nafas terakhirnya (Pukul 19:11 WITA). Tangisku seketika langsung pecah…Saya memang sangat menyanyaginya, namun Allah swt. Sang Pencipta lebih menyayanginya… Semoga ia tenang di sana… Semoga doaku untuknya menjadi amal jariyah untuknya…. Aamiin