Pages

Sunday, August 8, 2021

Wujud Keinginan? Bisa jadi Esok atau Lusa

 


Bismillah…

Alhamdulillah saat saya tulis ini raga sudah makan.

Sepotong kecil cokelat Kairo masih berusaha kukunyah dengan pelan. Tadinya selepas magrib, saya ingin tidur karena disergap rasa ngantuk. Namun, sang penguasa dapur menegur dan melarang tidur usai magrib. Akhirnya, saya bangkit dari tempat tidur lalu menuju meja makan untuk mengisi perut minimalis ini.

Ya, begitulah salah satu caraku untuk menghilangkan rasa ngantuk. Setelah makan, lidah ini terasa ingin makan yang manis-manis lalu otak ini mengingat sebuah cokelat yang terbungkus rapi tersimpan di salah satu rak kulkas. Cokelat dengan rasa yang khas.

Saya berhenti sejenak, berpikir harus memulai cerita dari mana.

***

Suara speaker masjid pukul empat dini hari sudah terdengar pada indera pendengaran ini. Saya mencoba untuk tetap focus berusaha untuk menyelesaikan sebuah video yang bertema tutorial memasak. Saat semuanya rampung, saya mengekspor video yang sejak pukul 2 dini hari saya rangkai. Raga ini bangkit dari tempat duduk, meninggalkan sebuah laptop yang masih berproses menyimpan (rendering). Kuraih gawaiku dan memerhatikan isi beranda social media. Namun, otakku berkata lebih baik tidur saja karena esok hari raga ini akan berjalan ke tempat pelosok salah satu desa yang ada di kecamatan Ma’rang.

Saya masih mengingat dengan jelas pesan sang penguasa dapur yang menyuruh untuk memasang kelambu anti nyamuk sebelum tidur. Namun, kupikir karena jam tidur yang tersisa sedikit dan kedua kelopak mata yang mulai terasa berat. Akhirnya, raga ini kubiarkan tertidur meski kulit akan diserang oleh nyamuk-nyamuk lapar.

***

Kedua mataku seketika terbuka saat merasakan seseorang sedang berjalan selurus dengan kakiku. Ia berucap, “jadi pergi?”. Saya segera bangkit dari tidur lalu menjawab, “jadi”. Namun, setelah perempuan yang penuh kasih sayang itu meninggalkan tempat tidurku, sepasang mata ini kemudian melirik angka waktu pada gawaiku. Seketika kurebahkan kembali tubuhku sambil bergumam dalam hati “masih 1 jam lebih”. Namun, belum beberapa menit raga ini segera bangkit dari posisi ternyaman. Otak ini mengingat sebuah video yang harus segera diupload.

Kuperhatikan benda 14 inc ku itu, kulihat layarnya mati. Padahal seharusnya tak boleh mati, dikarenakan sebelum tidur saya sedang merender sebuah video yang sudah deadline. Kulirik ujung adaptor, benar saja tak tercolok. Hatiku seketika ingin bertanya pada sang penguasa dapur dengan rasa yang sedikit kecewa. Namun, kutahan karena saya harus memastikan terlebih dahulu. Siapa tau videonya telah selesai terender.

Kucari dengan saksama, namun saya tidak tau di mana tersimpan. Benar saja, saat menyimpannya saya tidak memerhatikan lokasi penyimpanannya secara pasti. Kutenangkan diri sejenak, sambil mencarinya dengan pelan. Akhirnya, saya berhasil menemukan. Sebuah video yang bertuliskan herbal, kuklik dua kali untuk segera  menontonya.

Waktu janjian semakin dekat, kulihat video yang saya edit punya 1 titik scene blur namun kuputuskan untuk tetap menguploadnya. Lalu menyebarkan linknya pada sebuah grup lingkungan kerja.

Saya segera mematikan (power off) benda 14 inc ku itu. Lalu, bergegas merapikan tempat tidur dan segera menyapu lantai. Setidaknya saya harus tetap membantu sang penguasa dapur merapikan rumah meski tak sempat membantunya memasak di bagian dapur. Setelah semuanya rapi, saya bergegas menuju meja makan lalu mengambil sedikit nasi putih hangat lalu mengunyahnya bersama beberapa bakso tadi malam. Meski dingin, tetapi tetap terasa lezat di lidah. Saya mengunyahnya dengan pelan.

Tuntas pada makanan, saya bergegas menuju kamar mandi. Pikirku tak ingin membuat temanku menunggu. Setalah mandi dan memakai pakaian yang bernuansa biru dan ungu. Saya mengambil setumpuk cucian yang terletak di sudut tempat tidur. Namun, sang penguasa dapur bernegosiasi, nanti saja katanya. Lebih baik saya menyapu di halaman rumah katanya. Akhirnya, saya pun keluar mencari sapu. Namun, belum tuntas mengumpulkan dedaunan yang berguguran…. Sang pemberi nama Hayana berteriak memanggil dikarenakan gawaiku berdering. Pikirku, itu pasti temanku. Dan benar saja sebuah panggilan whatsApp dari seorang kawan lama di zaman putih abu-abu. Ia yang akan menjadi parnert berpetualang hari ini.

***

Sang pemberi nama Hayana bersedia mengantar raga ini keluar ke pinggir jalan raya. Tempat dimana saya dan kawanku  akan bertemu untuk memulai petualangan. Rasa was-was sedikit mengganggu, mengusir rasa berani dikarenakan tempat yang kami akan kunjungi kononnya merupakan tempat yang angker. Namun, hati ini selalu kuarahkan untuk tetap percaya PadaNya bahwa niat yang baik akan berakhir dengan situasi yang baik-baik pula.

Angin bertiup kencang saat kawanku mulai melaju dengan kecepatan yang lumayan. Tangan kananku sempat keram sejenak. Ya, sering kali saya terjebak pada situasi yang bikin nyeri itu. Namun, tidak butuh waktu yang lama…. Rasa nyeri itu akan berakhir dengan perlahan.

Sebelum memasuki lorong kecil, kami memutuskan untuk berhenti pada sebuah toko popular milik non WNI. Kawanku membeli air minum  serta snack sedangkan saya membeli roti dan keripik kentang. Keluar dari toko mata ini tertuju pada seorang manusia yang terlihat tak terawat. Ia duduk sambil bercoleteh dengan tidak jelas. Hatiku bergumam, kasihan sekali ia. Karena ia sama sekali tak menyadari dirinya. Ia hidup tapi tak benar-benar hidup. Namun, di sisi lain saya juga melihatnya cukup beruntung karena ia terbebas dari pantauan kerja malaikat Atid. Ya, orang gila memang sudah dihentikan dosanya saat ia sudah kehilangan akal pikirannya. Rasa takut padanya sempat muncul. Segera raga ini naik pada sebuah motor yang lumayan besar lalu kemudian kami melanjutkan perjalanan kami.

***

Matahari bersinar terik, syukur saja helm dan masker melindungi kepala dan wajah dari terpaan sinar ultra violet tersebut. Kawanku memberi gawainya agar segera kurekam perjalanan ini. Maklum ia adalah youtuber tentu moment baginya adalah konten. Sebenarnya pun sama dengan saya. Namun, saya menjadikan sebagai bahan tulisan.

Gunung berdiri tegak, rentetan pepohonan menghiasi perjalanan kami. Hati ini bertanya-tanya apakah perjalanannya akan jauh atau dekat? Namun, segera saya kembali focus menikmati perjalanan dan mengabaikan pertanyaan itu.

Setidaknya, jawabannya akan segera kudapatkan sendiri setelah melaluinya. Tiba di lokasi parkir, sepasang manusia suami isteri dan seorang keponakannya anak lelaki kecil juga berniat untuk ikut dengan kami. Tujuannya sama yakni Telaga Biru.

 Sebuah danau di tengah hutan dengan warna air yang kalau dilihat sekilas bisa berwarna hijau ataupun biru. Dengan langkah yang pasti, kami menyusuri jalan setapak. Beberapa jalan sedikit menanjak dan suara khas hutan dapat terdengar jelas di telinga.

Setelah berjalan beberapa menit, akhirnya kami sampai. Perasaan hati-hati muncul saat kembali mengingat perkataan teman yang katanya tempat ini angker. Meski begitu, hati ini tetap terpesona PadaNYa. Atas fenomena alam yang terlihat tidak seperti biasanya. Sebuah pohon yang tumbang terlentang membelah kolam alami itu. Kawanku berjalan di atas pohon itu lalu berpose mengabadikan wajah dan latar alam itu.

Raga ini pun juga berjalan di atas pohon itu dan mengabadikan momen yang beberapa bulan lalu sudah terlintas ingin kesini. Namun, saat di tengah kolam… otak ini sempat berpikir bahwa kejadian buruk bisa saja terjadi. Kaki bisa terpleset atau bahkan kayu tempat berpijak bisa jatuh ke dalam air. Lalu bayangan film hewan buas dalam air segera memenuhi memori otak.

Segera kutepis, lalu berjalan dengan tenang.

Setelah puas mengabadikan wajah dengan berbagai pose. Tiga orang pengunjung lain datang mendekati telaga. Mereka juga berpose. Sesekali saya memerhatikan mereka bukan untuk menyudutkan hanya saja saya ingin mengambil pelajaran dari mereka.

Tak berselang lama, sekelompok anak sekolah juga datang menghampiri telaga ini. Uniknya, mereka semua berani melompat ke dalam telaga yang katanya tidak boleh berenang di dalamnya. Namun, mereka dengan santainya masuk ke dalam air.

Terlihat menyegarkan, meski mereka tak tau secara pasti berapa meter kedalamannya. Kata mereka, telaga ini merupakan mata air yang tak terukur kedalamannya. Bisa jadi saking dalamnya.

Lalu, ingatan kembali saat saya berada di tengah telaga itu dengan bantuan pohon yang tumbang… Sungguh, cukup membuat hati merasa sedikit khawatir.

Kesempatan mengunjungi telaga biru ini tetap disyukuri atas segala penasaran yang selalu terlintas saat mendengar namanya. Siapa sangka keinginan beberapa bulan yang lalu, akhirnya terwujud hari ini. Ya, memang… keinginan tak harus terwujud di hari itu juga…. Kadang kala terwujudnya bisa esok  atau lusa. Allah akan menunjukkan dengan caraNya sendiri saat kamu dirasa pantas untuk mendapatkan keinginan itu.

Lalu,,,,,

Apa yang kamu inginkan viewers, sekarang?

Tenang, esok lusa bisa jadi terwujud. Tetap padukan ikhtiar langit dan bumi yaaa.

Terima kasih telah membaca hingga tuntas. @hayanaaa

[Tanete, 8 Agustus 2021 pukul 20.31 wita]

 -----

--

--

-

-

-

Karena Produk Full Faedah tidak boleh dirahasiakan :)

Pemesanan via Instagram @hayanaaa



0 comments:

Post a Comment

Popular Posts

Translate

"Beloved"

"Beloved"

Followers