Bismillah...
Sebenarnya saya tak tau akan cerita tentang apa. Tapi, saya
ingin mengembalikan kebiasaan mengetik seribu kata per hari. Yaa, sebenarnya
sih itu komitmen sejak 2019 lalu.
Saya akan bercerita tentang apa yaa?
Hmmm.... mari kita bercerita tentang bumi ini.
Dahulu kala....
eh, dahulu waktu saya masih kecil sekitar
tahun dua ribuan bencana banjir, gempa, longsor, angin puting beliung hanya
saya temukan di tivi. Tapi, beberapa tahun terakhir... bencana itu justeru
terjadi di sekitar wilayahku.
Hari ini, beranda status whatsAppku dipenuhi dengan status
tentang banjir. Ya, khususnya teman WA ku yang tinggal di daerah kabupaten
Pangkajene dan Kepulauan. Saat hujan turun sehari semalam...
air akan ikut naik. Seolah air dari langit sudah tak dapat lagi diserap oleh
tanah.
Kenapa kira-kira?
Ada apa dengan tanah kita? Mengapa ia sudah tak ingin
menerima air dari langit itu?
Tunggu dulu, bukankah manusia gemar menutupi tanah dengan
semen? Bukankah manusia gemar menebang pohon dan menggantikannya dengan beragam
bangunan beton?
Anggaplah pepohonan ditebang untuk BTN. Tapi, pernahkah BTN
dihancurkan untuk menanam pepohonan?
Kita sering menghilangkan pepohonan secara besar-besaran,
seolah kita tak butuh fungsi dari pepohonan itu. Oksigen dari mana coba?
Tunggu dulu, sebenarnya kita sudah tau akan tentang itu tapi
masih saja ditebang untuk kebutuhan kita.
Serba salah juga kan?
Tapi, kasihan juga yaa bumi... jika semua pepohonan
dimusnahkan.
Meski pada dasarnya, lebih kasihanlah kita para manusia...
akan menerima dampak dari punahnya pepohonan.
Coba amati baik-baik lingkungan kita sekarang.
Esok, jika kamu bertemu pagi... duduk atau berdiri,
pandangilah alam kita.
Bagaimana alam kita akan marah saat kita merusak
kealamiannya secara over user.
Air tergenang di bawah kolom tempat tidur, kaki mengeriput
karena air. Tangan kedinginan, perut selalu lapar meski otak selalu berpikir
jijik sekali airnya. Itu airnya menyatu dari air saluran got.
Banjir bisa jadi anjir.
Hmm....
Sepertinya, temanku yang merasakan pasti lebih paham daripada saya yang hanya melihat.
Astagfirullah... perbanyak istighfar dan intropeksi atas
kelakukan kita.
Memangnya kita turut andil dalam banjir ini?
Tunggu, saat kamu sering buang sampah sembarangan kamu sudah
turut andil (sekecil itu). bahkan saat kita over pakai tissu pun turut andil. Apa hubungannya? Ya, karena tissu dibuat dari serat pohon.
Anak-anak kecil senang air cokelat itu (banjir), katanya asik bisa main air sepuasnya.
Tapi, para pedagang, angkutan umum, pekerja kantoran, para penghuni rumah tangga
berbeda perasaanya. Mereka risau atas ketidaknormalan lingkungan ini.
Pun, anak remaja yang hobbi beraktivitas di luar akan merasa
galau juga.
Apapun itu, semoga semuanya akan baik-baik saja. Aamiin.
***
Setelah bercerita Air Cokelat/banjir, mari kita bercerita tentang
corona. Makhluk viral yang meresahkan banyak kalangan pihak, meski di kalangan
tertentu dianggap membawa berkah tersendiri.
Corona datang dengan 2 dampaknya, hal baik dan hal buruk.
Kalau bukan karena corona, upaya memaksimalkan pembelajaran
online takkan terwujud. Tapi, hal buruknya... (ah, kurasa readers punya
anggapannya masing-masing).
Kalau begitu, mari kita berbicara tentang lockdown. Imbas dari adanya
makhluk viral itu.
Apa yang kamu pikirkan dengan kata lockdown?
Hal yang terlintas di otak kecil ini yakni tak bisa
kemana-mana.
Tapi, karena tak bisa kemana-mana... semestinya bisa
mengerjakan sesuatu yang tak bisa dikerjakan saat kita sedang kemana-mana.
Kira-kira apa itu?
Tolong cari sendiri dan lakukan.
*yang baik-baik yakkk?
Ketikan ini kuakhiri saat adzan sholat isya mulai
berkumandang.
Sampai ketemu esok. Hope, tetap bisa meluangkan waktu
mengetik rangkaian kata walaupun belum cukup seribu kata.
Meskipun juga tulisan ini agak garing, semoga saja tetap bisa
memetik sesuatu yang berfaedah. Sekecil apapun itu.
#Terima kasih, telah membaca hingga akhir :)
Parepare, 21 Februari 19.37 wita.
Salam sejuk, @hayanaaa.