Pages

Artikel (Kode Etik): Krisis Kejujuran Hasilkan Potensi Mahasiswa Bernilai Palsu

Artikel ini dibuat dalam rangka partisipasi mengikuti Dakom Award 2016. Lomba blog. Yuk, Baca Selengkapnya...

Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Parepare

STAIN Parepare merupakan satu-satunya perguruan tinggi negeri yang ada di kota Parepare. Yuk, Kunjungi Websitenya...

Mari Bersedekah

Yuk, lihat iklan video karya Mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam. STAIN Parepare

filsafat islam

Ingin Menjadi Seperti Pohon

Mengapa inging menjadi pohon? Yuk, Baca selengkapnya

Friday, July 2, 2021

Kata dari Viewers


 

Bismillah…

[Senin, 28 Juni 2021]

Sebenarnya kemarin saya ingin mengetik ini tapi karena ada satu amanah yang deadline. Jadinya saya memilih menunda ketikan ini.

Alhamdulillah, saat saya mengetik ini saya tidak kepanasan. Meski agak kurang nyaman karena saya mengetik ini tanpa meja yang biasa saya gunakan. Belum lagi punggung ini, tidak bersandar. Ya sudah kita abaikan itu dan terus mengetik saja.

Matahari bersinar cerah, meski saya tidak melihatnya sekarang. Udara terasa sejuk meski sedang tidak berada di puncak gunung. Ya, sekarang saya berada dalam ruangan berAc dengan warna dinding biru laut. Meski kemarin-kemarin saya merasa rindu pasir paputo, menyebut kata laut rindu itu kembali muncul.

Saat mengetik ini, saya sedang bersama 3 teman baruku. 2 orang asyik dengan gedgetnya dan 1 lagi asik dengan tidurnya (katanya sih habis dari vaksin). Sungguh, setiap orang itu seperti buku yang membawa pelajarannya masing-masing.

Baiklah, hari ini saya akan bercerita sesuai dengan request kata my viewers entah itu dari di Instagram maupun di WhatsApp.

Kata pertama, dari seorang berkacamata, ahli ambil gambar dan mengedit juga. Ia mengajukan kata Peduli. Saat membaca kata itu, yang terlintas malah instansi TV Peduli :D sebuah media pemerintah yang bertugas menyebarkan informasi di sekitar kota kelahiran BJ. Habibie. Namun, saat membaca kata kedua dari seorang yang awalnya teman facebook mengirim kata Sticker.

Ia mengajukan kata sticker mungkin karena saya selalu menutupi wajah pakai stiker. Padahal di dunia nyata saya lebih suka menutupi wajah pakai masker.

Dulu, saya seringkali dimarahi oleh Satpam kampus karena kala itu kami dilarang menutup wajah termasuk masker kalau sedang berada di area kampus. Saya paling hobi jalan kaki sambil pakai masker. Hobbi ini sebelum adanya makhluk viral itu. Lalu, kenapa saya pakai masker kala itu? Untuk apa? 

Pertama untuk menghindari debu. Kedua untuk menyembunyikan wajah. Memangnya ada apa dengan wajahmu? Nanti saya bahas. Yang jelas sekarang justeru kita ditegur kalau tidak pakai masker. Dunia terbalik, kan?

Peduli dan Stiker. Dua kata berbeda namun otak kecil ini mengaitkan dua kata itu.

Peduli itu sebenarnya apa sih? Saya lebih penasaran kenapa ia mengungkapkan peduli. Apakah sekarang ia sudah jarang melihat kepeduliaan? Apakah sekarang sudah banyak ketidakpeduliaan? Seperti spiderman Parepare yang kerap kali melihat ketidakpedulian warga terhadap sampah-sampah yang berserakan.

Peduli? Apa yang terlintas dalam benak viewers?

Kalau menurut Hayana peduli itu bisa jadi dalam wujud perhatian dan bisa jadi dalam bentuk mengabaikan.

Maksudnya, Hayana?

Kalau peduli itu disebut perhatian, yaa tentu sudah biasa. Namun, saya pernah melihat seseorang karena ia peduli maka ia mengabaikan.

Maksudnya? Hmm… bagaimana ya menjelaskannya.

***

[Kamis, 01 Juli 2021]

Dua hari saya menjeda tulisan ini, lalu baru lanjut kembali di tempat yang sama dengan orang berbeda.

Tiga wanita asyik berdiskusi mengenai tayangan favorite mereka. Tanyangan favorite readers apa?

Lalu, otak viewers akan otomatis mencari jawabannya meski tak diungkapkan langsung ke Hayana.

Baiklah, kita kembali ke topic.

Peduli.

Tanpa bicara panjang kali lebar, sebenarnya kalian sudah paham dengan kata peduli. Bahkan sebenarnya, setiap orang punya versi masing-masing tentang rasa pedulinya.

Silahkan viewers beritahu ke pengetik, versi peduli apa yang sering kamu lakukan.

Kali ini, saya akan menceritakan versi peduli Hayana.

Ini ada hubungannya dengan stiker.

Karena peduli dengan orang lain, jadi saya sering memakai stiker. Meski, sebenarnya di sisi lain saya yang menjaga perasaanku sendiri.

Maksudnya?

Menjaga perasaanku dari dampak pujian hasil komentar wajahku. Meskipun tidak saya pungkiri, saya akan tetap upload foto wajah di internet.

Lalu apa hubungannya dengan stiker?

Karena saya peduli dengan perasaanku terlebih lagi perasaan setiap viewers yang memandang. Jadinya, setiap kali saya mengupload foto akan saya stiker, meski memang tidak sepenuhnya. Saya tidak ingin, foto wajahku terbayang-terbayang di benak viewers. entah itu pada kaum adam maupun hawa.

Karena ada dua kemungkinan yang bisa muncul?

Suka akan berujung pada kekaguman.

Tidak suka akan berujung pada rasa iri hati.

Mungkin, itulah sebabnya sebaiknya kita sebagai pemilik wajah mesti senantiasa membaca doa bercermin sebagai upaya perlindungan.

Baiklah, kita beralih ke kata selanjutnya.

Senja.

Biasa disebut sunset. Banyak orang yang menyukainya.

Namun, saya pribadi lebih menyukai sunrise dibandingkan sunset.

Mengapa?

Entah mengapa setiap kali melihat sunset, ada kesedihan yang muncul. Sedangkan jika sunrise, muncul rasa harapan, optimis, semangat.

Entah, apa yang terlintas dalam benak pelontar kata senja. Apakah ia menyukai senja? Atau apa. Entahlah. Yang jelas, sunrise dan sunset sekilas memang terlihat sama.

Namun, udaranya sangat membedakan.

Tidak banyak yang bisa kuceritakan tentang senja. Namun, apa hanya saya saja yang merasa kalau melihat senja bawaannya ingin langsung pulang ke rumah. Jika, tidak bisa pulang maka otomatis saya akan menderita homesick.

Kata selanjutnya yakni lantai.

Seorang teman berkacamata dengan suara ganda (berciri khas) mengirim kata ’lantai’.  Saya hanya langsung teringat dengan lantai kamarnya yang bercorak kayu. Lumayan bagus dipandang apalagi view di luar jendelanya terdapat kincir angin [mirip Belanda] hehe.

Lalu,kenapa ia mengajukan kata lantai? Lantai. Cintai. Tiga huruf di belakangnya apa coba? Hehe.

Lantai mengingatkanku tentang bersujud. Menyembah PadaNYa.

***

[Jum'at, 02 Juli 2021]

Baiklah, saya kembali melanjutkan setelah melewati satu malam.

Masih di tempat yang sama, meski dengan baju, khimar dan hari yang berbeda. Saya akan kembali melanjutkan ketikan yang tertunda ini.

Terakhir, membahas kata lantai.

Barusan dapat chat dari orang yang mengajukan kata lantai. Ia mengirim screenshot lowongan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Namun, lokasi penempatannya di luar Sulawesi Selatan. Saya hanya langsung teringat dengan Negara New Zealand. Sebuah Negara pegunungan, alam yang indah. Rasanya, ingin merantau ke sana. Hehe.

Tapi, mana mungkinlah. Meski, tidak ada hal yang tidak mungkin jika Allah sudah berkehendak [kun fayakun].

Ok, kita kembali ke lantai.

Saya kalau punya rumah selanjutjya, juga ingin motif lantainya kayu atau bahkan lantainya dari kayu. Karena suka rumah kayu sihh. Pikiranku kalau rumah kayu, seperti lagi main rumah pohon.

Readers, suka rumah apa ? tapi, apapun bentuk rumah yang penting membawa kedamaian  dan  itu hal yang paling penting.

Baiklah, kata selanjutnya adalah ikhlas bahagia.

Kalau kamu ikhlas maka kamu akan bahagia. Simple sih dituliskan, tapi untuk mewujudkan itu butuh hati yang kuat.

Tetiba, otak ini teringat sebuah tulisan di dinding kos.

“Apapun yang kamu lakukan, Hayana. Lakukan dengan rasa tulus dan ikhlas lalu perhatikan apa yang terjadi”.

seringkali, saya dibuat takjub akan hasil dari kalimat itu. Namun, akhir-akhir ini saya sedang berusaha kembali menerapkan kalimat itu yang sering kali hilang menghilang.

Kuharap, para readers pun berusaha untuk itu. Tidak mudah, namun bukan hal yang tidak mungkin.

Ok, pas cukup seribu kata.

Terima kasih telah setia membaca hingga akhir :)


 

 

 

 

Popular Posts

Translate

"Beloved"

"Beloved"

Followers