Pages

Wednesday, August 4, 2021

Memang Sederhana

 


“Katanya ingin berangkat 7.30 wita, nyatanya masih berangkat di jam yang tak semestinya,” gumamku memprotes diri yang katanya ingin berubah tapi tetap saja begitu. Hmm… esok, sudah bisa. Seperti ketikan seribu kata ini yang telah menghilang sejak 30 hari (ah, kurasa lebih 30 hari).

Angin bertiup agak kencang, syukurnya di belakangku  seorang perempuan berkacamata menjadi pemberat. Akhirnya, roda duaku pun dapat kulaju agak cepat tanpa takut terbang terbawa angin. Maklum beratku lumayan ringan meski tak seringan layang-layang. Hehe.

Jika raga ini seorang diri maka tangan kanan takkan berani menarik kencang gas saat angin juga ikut bertiup kencang.

Sebenarnya keinginan untuk kembali menulis seribu kata ini sudah ada sejak beberapa hari ini, namun raga yang lelah efek perjalanan 40 km PP dan otak yang mulai malas akhirnya penundaan sering kali menjadi pembatas yang tak terlihat.

Kali ini takkan kubiarkan, entah bagaimana esok. Sebisa mungkin, hati ini ingin menyelesaikan komitmen menulis seribu kata perhari selama seratus delapan puluh hari berturut-turut. Sebuah komitmen yang digaungkan dalam hati dan otak, sejak tahun 2019.

Ya Allah, sudah tahun berapa ini?

Sudah tahun 2021, Hayana. Bagaimana mungkin, sampai sekarang belum bisa selesai-selesai.

Namun, readers… akibat tak selesai-selesai akhirnya saya punya banyak judul tulisan dan membukukan 2 berISBN. Bukankah ini menjadi bagian daripada hikmah? 

Hmmm…. Apakah ini bentuk pembelaanmu, Hayana. Ah, entahlah.

Hari ini, saya ingin bercerita tentang sesuatu yang sederhana.

Meski sederhana, tapi membuat saya sangat bersyukur.

Apa itu?

Begini ceritanya. Silahkan baca dengan pelan yakkk.

Mendekati pertengahan jalan menuju rutinitas hari ini, seorang perempuan naik motor scoopy dengan warna crem sesuai warna kesukaan Hayana, ia melaju melampaui dengan pelan. Hati ini sempat heran, mengapa pengendara itu terlalu dekat dengan posisiku saat ia melampaui. Warna khimar dan tasnya, masih jelas di ingatan. Ia melampaui tanpa menoleh sedikitpun ke arahku. Namun, saat ia berada di depan kendaraanku yang juga sedang melaju, saya seperti membaca isyarat yang ia tunjukkan padaku.

Kulihat ia sesekali memerhatikan kaca spion kanannya, lalu sesekali ia menyalakan lampu weser kirinya. Otak ini sempat heran, namun segera tangan ini mengecek tombol weser dan benar saja weser roda duaku sedang aktif, maka segera kunonaktifkan.

Ia kemudian melaju jauh lalu kulihat ia berbelok ke kanan arah pom bensin.

Sebuah doa baik kulangitkan untuknya sebagai  tanda rasa terima kasih untuk perempuan yang tak kukenali namun seperti telah menjadi kawan sejak saat itu.

Apa yang ia lakukan memang sangat sederhana. Namun, saya terpesona dengan kepeduliannya. Bisa saja ia tak peduli, namun dengan caranya yang unik memberi isyarat menyalakan lampu wesernya secara kedap-kedip membuat saya segera paham apa yang ia maksudkan.

Sebuah komunikasi nonverbal tanpa suara. Sederhana tapi menyentuh hati ini.

Jika setiap hati kita saling peduli kepada orang lain meski itu seputar hal-hal yang sederhana, rasanya dunia akan terasa indah meski pandangan mata tidak menangkap keindahan secara tampak.

Dunia tentu takkan terasa sesak dengan keegoisan yang semakin menjulang tinggi. Hmmm… benarkah? Entahlah readers. Semoga hati dan otak kita, selalu bisa memaknai hal-hal sederhana menjadi rasa yang penuh syukur dan membahagiakan.

Saya sangat paham, dunia semakin kompleks (rumit) dan bahkan terasa hampa bagi beberapa pemilik hati dan otak.

Ok, next…

Cerita sederhana kedua, dibantu.

Saya tak ingin menyebutkan satu persatu nama orang yang suka membantu Hayana. Namun, Insyaa Allah kelak saya akan bersaksi kepada Yang Maha Pembalas atas segala bantuan yang kalian lakukan. Bantuan hal-hal kecil namun sangat berdampak besar.

Ya, sesederhana itu cerita keduanya. Hehe.

Intinya, bantuan hal-hal kecil tetap saja lakukan pada orang lain. Bisa jadi hal kecil itu, justeru sangat berkesan dan sangat membantu.

Prinsipnya, “jika kamu suka dibantu, maka kamu mesti suka membantu orang lain terlebih dahulu”.

Ketahuilah bahwa saat kita membantu orang lain, memang tidak akan menjamin bahwa orang itu akan kembali membantu kita. Namun, Allah akan datangkan orang lain yang akan membantu kamu.

Bisa dibilang Membantu=Menolong.

Singkatnya, “kalau kamu suka ditolong, maka kamu juga mesti suka menolong” J begitu kata Hayana teduh. Hehe.

Cerita sederhana ketiga.

Saat raga ini kembali pulang dari rumah. Dengan pedenya saya merasa bensin kendaraanku ini akan sampai di pom bensin. Namun, belum sampai di pom bensin… kira-kira sekitar 2 km lagi, laju roda duaku mulai tersendat-sendat. Saya segera paham bahwa air minum roda duaku ini pasti sudah habis. Sebelum berhenti melaju, sepasang mata ini melihat sebuah toko kecil dengan jejeran botol bensin (mirip minyak kelapa tapi bukan). Hanya saja, saya berhenti agak jauh melewati toko kecil itu. Ingin kuputar arah lalu mendorong, namun raga ini tak sanggup mendorong roda dua itu melawan arah dengan arus yang lumayan padat. Akhirnya, saya berjalan kaki mendekati toko kecil itu. Seorang ibu-ibu berdaster orange dengan wajah yang ramah menyambut raga minimalis ini. Kukatakan padanya tentang perkiraanku yang meleset tentang bahan bakar roda duaku. Saya melihat roda duaku yang terparkir sekitar 100 meter dan berucap, “Sayapi bu pergi isi disana. Berapa harga sebotol bensin ta?”. Sebuah kalimat yang mengandung pernyataan dan pertanyaan.

Pernyataan untuk memudahkan ibu itu agar ia tak usah repot-repot berjalan ke sana dan kalimat pertanyaan menunjukkan bahwa sudah lama sekali saya tak pernah beli bensi botolan.

Namun, ia dengan wajah tersenyum… ia membawa botol berwarna kuning orange itu menuju roda duaku. Saya mengikutinya dari belakang. Jalannya agak pelan dan tanpa alas kaki. Sungguh, saya merasa tidak enak hati padanya.

Lalu, saya membukakan sadel dan penutup bensin rodaku. Ia kemudian bertanya tentang lokasi tujuanku lalu kujawab sambil menutup dangan ucapan terima kasih sambil senyum lebar meski ia tak bisa melihatnya dengan jelas karena senyum ini sedang tertutupi sebuah masker kain bermotif bunga.

Tapi, kurasa ia bisa melihat sepasang mata yang semakin menyipit mengisyaratkan sedang tersenyum.

Sayapun kembali melanjutkan perjalanan setelah membayar dagangannya.

Hal-hal sederhana yang mengandung kebaikan-kebaikan kecil seringkali luput dari rasa syukur kita.

Lalu, banyak fokus pada hal-hal kecil yang dikeluhkan dan menghasilkan rasa sesak dalam dada. Benar saja, kita semestinya harus cerdas bersyukur dan bodoh dalam mengeluh. Namun, ini memang bukan hal mudah meski terlihat mudah. Setan, jin dan sejenisnya tak suka kalau readers full bersyukur (selalu bersyukur setiap saat). Mereka akan mengacaukan otakmu lalu mengacaukan rasa syukurmu. Hingga yang tersisa hanya keluhan yang berujung pada kemarahan dan keputus asaan. Tentu, ini menjadi self reminder bagi readers terlebih lagi si pengetik (Hayana).

Menjelang mencukupi seribu kata, saya mengingat masih ada beberapa hal yang mesti dikerjakan. Hope, esok jari jemari ini masih bisa mengetik seribu kata di hari esok dengan cerita sederhana tapi bermakna.

Ya, maknanya memang sederhana  tapi semoga saja tetap menarik dan berfaedah. Sekecil apapun faedahnya. Terima kasih telah membaca hingga tuntas J Salam Sejuk, @hayanaaa.  [Tanete, 04 Agustus 2021 pukul 20.30 wita.

 _____

Eitss... karena produk full faedah tidak boleh dirahasiakan :)












 

 

 

0 comments:

Post a Comment

Popular Posts

Translate

"Beloved"

"Beloved"

Followers