“Katanya ingin berangkat 7.30 wita, nyatanya masih berangkat
di jam yang tak semestinya,” gumamku memprotes diri yang katanya ingin berubah
tapi tetap saja begitu. Hmm… esok, sudah bisa. Seperti ketikan seribu kata ini
yang telah menghilang sejak 30 hari (ah, kurasa lebih 30 hari).
Angin bertiup agak kencang, syukurnya di belakangku seorang perempuan berkacamata menjadi
pemberat. Akhirnya, roda duaku pun dapat kulaju agak cepat tanpa takut terbang
terbawa angin. Maklum beratku lumayan ringan meski tak seringan layang-layang. Hehe.
Jika raga ini seorang diri maka tangan kanan takkan berani
menarik kencang gas saat angin juga ikut bertiup kencang.
Sebenarnya keinginan untuk kembali menulis seribu kata ini
sudah ada sejak beberapa hari ini, namun raga yang lelah efek perjalanan 40 km
PP dan otak yang mulai malas akhirnya penundaan sering kali menjadi pembatas
yang tak terlihat.
Kali ini takkan kubiarkan, entah bagaimana esok. Sebisa mungkin,
hati ini ingin menyelesaikan komitmen menulis seribu kata perhari selama
seratus delapan puluh hari berturut-turut. Sebuah komitmen yang digaungkan
dalam hati dan otak, sejak tahun 2019.
Ya Allah, sudah tahun berapa ini?
Sudah tahun 2021, Hayana. Bagaimana mungkin, sampai sekarang
belum bisa selesai-selesai.
Namun, readers… akibat tak selesai-selesai akhirnya saya punya banyak judul tulisan dan membukukan 2 berISBN. Bukankah ini menjadi bagian daripada hikmah?
Hmmm…. Apakah ini bentuk pembelaanmu, Hayana. Ah,
entahlah.
Hari ini, saya ingin bercerita tentang sesuatu yang
sederhana.
Meski sederhana, tapi membuat saya sangat bersyukur.
Apa itu?
Begini ceritanya. Silahkan baca dengan pelan yakkk.
Mendekati pertengahan jalan menuju rutinitas hari ini,
seorang perempuan naik motor scoopy dengan warna crem sesuai warna kesukaan
Hayana, ia melaju melampaui dengan pelan. Hati ini sempat heran, mengapa
pengendara itu terlalu dekat dengan posisiku saat ia melampaui. Warna khimar
dan tasnya, masih jelas di ingatan. Ia melampaui tanpa menoleh sedikitpun ke
arahku. Namun, saat ia berada di depan kendaraanku yang juga sedang melaju,
saya seperti membaca isyarat yang ia tunjukkan padaku.
Kulihat ia sesekali memerhatikan kaca spion kanannya, lalu
sesekali ia menyalakan lampu weser kirinya. Otak ini sempat heran, namun segera
tangan ini mengecek tombol weser dan benar saja weser roda duaku sedang aktif,
maka segera kunonaktifkan.
Ia kemudian melaju jauh lalu kulihat ia berbelok ke kanan
arah pom bensin.
Sebuah doa baik kulangitkan untuknya sebagai tanda rasa terima kasih untuk perempuan yang
tak kukenali namun seperti telah menjadi kawan sejak saat itu.
Apa yang ia lakukan memang sangat sederhana. Namun, saya
terpesona dengan kepeduliannya. Bisa saja ia tak peduli, namun dengan caranya
yang unik memberi isyarat menyalakan lampu wesernya secara kedap-kedip membuat
saya segera paham apa yang ia maksudkan.
Sebuah komunikasi nonverbal tanpa suara. Sederhana tapi
menyentuh hati ini.
Jika setiap hati kita saling peduli kepada orang lain meski
itu seputar hal-hal yang sederhana, rasanya dunia akan terasa indah meski
pandangan mata tidak menangkap keindahan secara tampak.
Dunia tentu takkan terasa sesak dengan keegoisan yang
semakin menjulang tinggi. Hmmm… benarkah? Entahlah readers. Semoga hati dan
otak kita, selalu bisa memaknai hal-hal sederhana menjadi rasa yang penuh
syukur dan membahagiakan.
Saya sangat paham, dunia semakin kompleks (rumit) dan bahkan
terasa hampa bagi beberapa pemilik hati dan otak.
Ok, next…
Cerita sederhana kedua, dibantu.
Saya tak ingin menyebutkan satu persatu nama orang yang suka
membantu Hayana. Namun, Insyaa Allah kelak saya akan bersaksi kepada Yang Maha
Pembalas atas segala bantuan yang kalian lakukan. Bantuan hal-hal kecil namun
sangat berdampak besar.
Ya, sesederhana itu cerita keduanya. Hehe.
Intinya, bantuan hal-hal kecil tetap saja lakukan pada orang
lain. Bisa jadi hal kecil itu, justeru sangat berkesan dan sangat membantu.
Prinsipnya, “jika kamu suka dibantu, maka kamu mesti suka
membantu orang lain terlebih dahulu”.
Ketahuilah bahwa saat kita membantu orang lain, memang tidak
akan menjamin bahwa orang itu akan kembali membantu kita. Namun, Allah akan
datangkan orang lain yang akan membantu kamu.
Bisa dibilang Membantu=Menolong.
Singkatnya, “kalau kamu suka ditolong, maka kamu juga mesti
suka menolong” J
begitu kata Hayana teduh. Hehe.
Cerita sederhana ketiga.
Saat raga ini kembali pulang dari rumah. Dengan pedenya saya
merasa bensin kendaraanku ini akan sampai di pom bensin. Namun, belum sampai di
pom bensin… kira-kira sekitar 2 km lagi, laju roda duaku mulai tersendat-sendat.
Saya segera paham bahwa air minum roda duaku ini pasti sudah habis. Sebelum
berhenti melaju, sepasang mata ini melihat sebuah toko kecil dengan jejeran
botol bensin (mirip minyak kelapa tapi bukan). Hanya saja, saya berhenti agak
jauh melewati toko kecil itu. Ingin kuputar arah lalu mendorong, namun raga ini
tak sanggup mendorong roda dua itu melawan arah dengan arus yang lumayan padat.
Akhirnya, saya berjalan kaki mendekati toko kecil itu. Seorang ibu-ibu
berdaster orange dengan wajah yang ramah menyambut raga minimalis ini. Kukatakan
padanya tentang perkiraanku yang meleset tentang bahan bakar roda duaku. Saya melihat
roda duaku yang terparkir sekitar 100 meter dan berucap, “Sayapi bu pergi isi
disana. Berapa harga sebotol bensin ta?”. Sebuah kalimat yang mengandung
pernyataan dan pertanyaan.
Pernyataan untuk memudahkan ibu itu agar ia tak usah
repot-repot berjalan ke sana dan kalimat pertanyaan menunjukkan bahwa sudah
lama sekali saya tak pernah beli bensi botolan.
Namun, ia dengan wajah tersenyum… ia membawa botol berwarna
kuning orange itu menuju roda duaku. Saya mengikutinya dari belakang. Jalannya agak
pelan dan tanpa alas kaki. Sungguh, saya merasa tidak enak hati padanya.
Lalu, saya membukakan sadel dan penutup bensin rodaku. Ia kemudian
bertanya tentang lokasi tujuanku lalu kujawab sambil menutup dangan ucapan
terima kasih sambil senyum lebar meski ia tak bisa melihatnya dengan jelas
karena senyum ini sedang tertutupi sebuah masker kain bermotif bunga.
Tapi, kurasa ia bisa melihat sepasang mata yang semakin
menyipit mengisyaratkan sedang tersenyum.
Sayapun kembali melanjutkan perjalanan setelah membayar
dagangannya.
…
Hal-hal sederhana yang mengandung kebaikan-kebaikan kecil
seringkali luput dari rasa syukur kita.
Lalu, banyak fokus pada hal-hal kecil yang dikeluhkan dan
menghasilkan rasa sesak dalam dada. Benar saja, kita semestinya harus cerdas
bersyukur dan bodoh dalam mengeluh. Namun, ini memang bukan hal mudah meski
terlihat mudah. Setan, jin dan sejenisnya tak suka kalau readers full bersyukur
(selalu bersyukur setiap saat). Mereka akan mengacaukan otakmu lalu mengacaukan
rasa syukurmu. Hingga yang tersisa hanya keluhan yang berujung pada kemarahan
dan keputus asaan. Tentu, ini menjadi self reminder bagi readers terlebih lagi
si pengetik (Hayana).
Menjelang mencukupi seribu kata, saya mengingat masih ada
beberapa hal yang mesti dikerjakan. Hope, esok jari jemari ini masih bisa
mengetik seribu kata di hari esok dengan cerita sederhana tapi bermakna.
Ya, maknanya memang sederhana tapi semoga saja tetap menarik dan berfaedah.
Sekecil apapun faedahnya. Terima kasih telah membaca hingga tuntas J Salam Sejuk, @hayanaaa. [Tanete, 04 Agustus 2021 pukul 20.30 wita.
0 comments:
Post a Comment