Bismillahi rahmani rahim…
Setelah kemarin gagal menulis seribu kata (tantangan dari
Tere Liye) akhirnya saya memulai dari awal lagi.
#Bagian 1
*Astagfirullah*
Gadis cantik
jelita beralis tebal menegur,
“Kak, mukata
mengkilap,” ucapnya sambil tersenyum menatap.
“Iyakah? Paling
mengkilap karena hitam,” jawab wanita yang bernama sejuk.
“Mengkilap
berminyak,,,kak,” timpal gadis beralis tebal itu dengan ekspresi tertawa.
Memang beberapa
menit sebelumnya Sejuk baru saja berhadapan dengan minyak panas. Ia habis
menggoreng tiga menu masakan. Pertama, bayam merah. Kedua, jagung dan ketiga
pisang.
Bayam merah.
Seorang ibu
berpesan pada anaknya,
“Rajin-rajinlah
memasak sayur bayam merah. Bukan hanya dimasak saja tapi pastikan masakan yang
kamu masak benar-benar masuk ke dalam perutmu. Karena bayam merah itu bukan
hanya sebagai parnert nasi ikan tapi akan berkhasiat sebagai vitamin dalam
tubuhmu,” pesannya.
Konon, bayam
merah itu dapat menambah darah apabila tekanan darah seseorang itu rendah. Entah,
apakah karena itu, sehingga tanaman itu dikatakan bayam merah karena khasiatnya
menambah darah merah atau karena daunnya yang berwanah merah. Entahlah, tapi bagaimana
dengan orang yang berdarah biru? Yang selalu menyatakan dirinya sebagai
keturunan darah biru padahal darahnya tetap sama dengan yang lain.
Popeye dalam
serial kartun yang sudah lama tidak tayang di salah satu televisi swasta,
seringkali actor utamanya menjadi kuat saat ia selesai mengkonsumsi bayam. Dalam
cerita kartun tersebut, bayam seperti pedang bagi orang yang berperang melawan
musuh. Uniknya, bayamnya selalu terkemas pakai kaleng. Mirip kaleng susu
ataupun kaleng ikan. Tapi, ada juga memandang kaleng sebagai status. Seseorang
yang selalu menyebut dirinya kaleng-kaleng atau membantah dirinya bukan
kaleng-kaleng. Entahlah…
Dulu, anak kecil
sangat suka mengoleksi kaleng-kaleng. Anak perempuan akan membuatnya sebagai
panci apabila bermain masak-masakan dan anak laki-lakinya akan membuatnya menjadi
timbah mini yang diikatkan dengan tali panjang lalu diulurkan ke dalam sumur.
Jika anak
perempuan dan laki-laki bersatu untuk bermain bersama maka kaleng-kaleng itu
akan dijadikan sebagai wadah untuk menyimpang beberapa bayan-bayan (bukan bayam tapi sejenis kertas yang bergambar lalu
digunting-gunting mirip pas foto ukuran tiga kali empat). Kamu sendiri
mengggunakan kaleng untuk apa, versi dulu yahh? Dalam sejarah komunikasi, orang
dulu menggunakan kaleng sebagai alat komunikasi yang dapat mengantarkan
gelombang suara dengan menyambungkan kedua kaleng dengan benang. Apakah kau
pernah melihat gambar ilustrasinya? Jika belum, bayangkanlah.
Kesukaan itu
bisa menular. Anak yang disuruh makan bayam merah akhirnya menjadi salah satu
makanan favorite hingga pada akhirnya
teman dekat anak itupun ikut suka mengkonsumsi bayam merah karena sering makan
bersama.
Jagung.
Menjelang
sore hari, seorang gadis bermata bulat mirip Barbie masuk ke dalam kamar gadis
bermata sipit dianalogikan mirip apa yah? Mirip apa jika bermata sipit, haaa?
Mereka awalnya
membahas sapi namun berpindah membahas bayam merah sambil memisahkan antara
daun dan batang bayam merah. Tapi karena gadis bermata bulat itu tak menyukai
makan bayam merah, akhirnya gadis bermata sipit itu tidak terlalu membahas
lebih jauh.
Mereka pun,
akhirnya membahas jagung.
Gadis bermata
bulat itu mulai bercerita bahwa ada orang yang tidak makan nasi karena makan jagung. Ada
juga yang kaget karena jagung. Ada juga merasa gatal-gatal karena jagung. Adapula
yang harus mendaki karena jagung. Namun gadis bemata sipit itu hanya
membayangkan satu hal tentang jagung, yakni manis.
Jagung manis
akan lezat jika dimakan bersama cabai. Namun, jika bersama gula lebih baik
memakai jagung yang hambar. Dahulu orang menikmati jagung sebagai bahan pokok
makanan dikarenakan beras yang masih sulit di dapatkan dan hanya dinikmati oleh
mereka yang mempunyai sawah ataupun punya banyak ringgit.
Kini, justru
ada orang kaya yang punya banyak beras di rumahnya namun pancinya berisi
jagung. Diabetes atau sering disebut penyakit gula menjadikannya harus memakan
jagung. Orang yang sudah terbiasa memakan menu tersebut di masa lampau, maka
itu tidak akan menjadi masalah.
Jagung bisa
membuat kaget, namun ia menjadi teman akrab di tempat-tempat bergensi. Teman
duduk saat menikmati sebuah film berbagai gender. Orang-orang menyebutnya Pop
Corn namun masyarakat Sulawesi Selatan yang bersuku Bugis menyebutnya sebagai
Benno. Cobalah jalan-jalan ke pasar yang ada mesin pembuat pop corn, kau akan
kaget bukan karena melihat alatnya tapi saat mendengar suara alatnya. Menariknya,
banyak orang yang sudah tau akan suaranya tapi tetap saja sukses membuat kaget.
Bukankah kaget itu adalah sesuatu yang tidak diperkirakan atau tidak disangka?
Pisang.
Katanya dapat
membuat kulit halus, pantas saja bayi kulitnya mulus karena suka makan pisang. Tapi,
ada apa dengan monyet? Ada loh monyet yang suka tersenyum. Hehe
Orang Bugis
itu punya banyak versi bahasa. Meskipun sama-sama bersuku Bugis tapi bukan
berarti semua hal sama. Satu provinsi tapi belum tentu seragam kabupaten.
Seorang gadis
berkulit putih rajin membersihkan toilet dan dapur kos-kosan berteriak pada
gadis yang hanya membersihkan jika jadwal piketnya tiba.
“Ayo, makan
loka. Ada di dapur di atas panci,”
Gadis yang
diteriakinya itupun mengerutkan kening. Bukan karena menolak, tapi karena
bingung apa yang dimaksud loka. Ia pun berjalan ke dapur melewati toilet yang
kinclong habis disikat.
“Katanya di
atas panci, saya kok lihatnya di dalam panci,” sambil membuka penutup panci.
Akhirnya dibukanya
pun panci itu dan mendapati makanan kesukaan monyet.
Kali ini
monyetnya tanpa senyum sambil membaca. Hehe, maap.
“Ini sih
bukan loka, di daerahku ini disebut Utti yang dalam bahasa Indonesia disebut
pisang,” gumanya.
Ada pisang
yang bisa digoreng, tapi ada juga pisang yang dinaiki. Setiap orang yang ingin
menaikinya harus membayar dengan kisaran harga yang ditentukan oleh si pemilik
pisang.
Si pemilik
pun akan bertanya, “Apa mau dibuang?”
Yang tak
ingin matanya perih akan berteriak tidak. Namun, yang suka keseruan akan
memberi kode kepada si pemilik untuk mengguling-gulingkan benda yang bernama
banana bootnya.
Bayam merah,
jagung manis dan pisang adalah tiga kata yang jarang berjumpa secara bersamaan.
Namun, di tulisan ini mereka dipertemukan berdasarkan realita yang ditemui oleh
si penulis. Meskipun tulisan ini tak seperti Tere Liye, manusia yang sebenarnya
bukan monyet (kekeliruan teori Darwin yang menganggap bahwa evolusi manusia
pada awalnya ber wujud monyet) itu tidaklah benar.
Maka jangan
tersinggung, jika ada yang menyebut mu monyet. Karena yang tersinggung berarti
membenarkan hal itu. Saya suka makan pisang bukan berarti saya itu monyet tapi
saya mengaku bahwa ada persamaan saya dengan monyet yaitu sama-sama suka makan
pisang dan sama-sama diciptakan oleh Sang Pencipta.
Jika kucing Imut,
sesungguhnya monyet pun juga imut. Kuharap kau tak merasa imut.
Karena seMut
pun tak merasa iMut. Tapi saya kurang tau bagaimana dengan MarMut.
Yang jelas
Marbot selalu berjasa bagi pengunjung mesjid. Pertanyaanya, hari ini kamu ke
Masjid gak? Sungguh, laki-laki itu keren kalau rajin ke masjid, baik itu
bapak-bapak, kakek-kakek, pemuda-pemuda ataupun anak-anak kecil yang jelas
laki-laki. Bukan untuk mengamati sandal
yang keren-keren ataupun wanita-wanita yang cantik jelita tapi untuk…. Untuk…untuk….untuk…untuk…untuk…untuk?
Kamu sendiri
yang harus menentukan untuk apa ke masjid karena setiap orang memiliki tujuan
yang berbeda-beda tergantung apa kepentinganmu.
Ok, Terima
Kasih atas kesetiaan membaca sampai akhir. Tunggu, edisi esok. Insyaa Allah
0 comments:
Post a Comment